Sejarah Kelahiran NU - Bab II (Surat kepada Raja Sa'ud)
Kongres al-Islam dilaksanakan di Cirebon pada tahun 1922 M. Dalam kegiatan tersebut terjadi perdebatan yang keras. Para tokoh pembaharu melontarkan tuduhan-tuduhan "kafir" dan "syirik" kepada ulama. Ketika pertikaian masih berlanjut, KH. Wahab Hasbullah mengusulkan kepada KH. Hasyim Asy'ari dari Jombang untuk membuat sebuah gerakan yang mewakili para ulama. KH. Hasyim Asy'ari tidak langsung menyetujuinya. Persetujuannya baru dikemukakan 2 tahun kemudian.
Perubahan pandangan tersebut disebabkan oleh 2 peristiwa besar yang menyangkut agama Islam yang terjadi di Jazirah Arab setelah tahun 1924 M., yaitu penghapusan khalifah oleh Turki dan serbuan Wahabi ke Makkah.
Yang penting bagi ulama Indonesia adalah mempertahankan tata cara ibadah di Makkah seperti membangun kuburan, berziarah, membaca doa (misalnya Dalailul Khairat), kepercayaan terhadap para wali, dan ajaran Madzhab Syafi'i yang dianut oleh mayoritas umat Islam di Indonesia. Karenna Makkah merupakan pusat pengajaran yang sangat dihormati oleh muslim Indonesia.
Kongres al-Islam yang dilangsungkan setelah tahun 1924 M. semakin menunjukkan perbedaan pandangan antara kaum pembaharu dengan ulama. Pada Januari 1926 M., kongres al-Islam yang dilaksanakan di Bandung memutuskan untuk mengirim utusan yang terdiri dari 2 orang pembaharu ke Makkah. Namun tidak menyetujui usulan KH. Wahab Hasbullah mengenai praktek keagamaan.
Keadaan tersebut menyebabkan para ulama menjadi terpojok dan terpaksa memperjuangkan kepentingan mereka dengan cara mereka sendiri, yaitu membentuk sebuah komite yang diberi nama "Komite Hijaz". Dan komite inilah yang pada tanggal 31 Januari 1926 M. berubah menjadi Nahdlatul Ulama.
Muktamar I Nahdlatul Ulama diadakan pada bulan Oktober, yaitu memutuskan untuk mengirim utusan ke Makkah, yaitu KH. R. Asnawi, Kudus. Namun karena ketinggalan kapal, akhirnya beliau batal berangkat. Kemudian utusan diganti oleh KH. Wahab Hasbullah dan Syeikh Ahmad Ghonaim al-Amiri al-Misri. Surat yang dibawa oleh utusan tersebut bertanggal 5 Syawal 1346 H.
Surat itu dibawa untuk diserahkan kepada Raja Sa'ud yang berisi permintaan mengenai "Kemerdekaan Bermadzhab", dengan dilakukan giliran antara imam-imam Shalat Jum'at di Masjidil Haram, serta diizinkan masuknya kitab-kitab karangan Imam Ghazali, Imam Sanusi, dan lain sebagainya yang sudah terkenal kebenarannya. Disamping itu juga, memohon tempat kelahiran Fatimah dan minta penjelasan mengenai kepastian tarif naik haji, serta penjelasan tertulis mengenai "hukum yang berlaku di tanah Hijaz".
Permintaan kaum tradisionalis yang berkaitan dengan 4 Madzhab dikabulkan oleh raja dalam surat balasannya, sedangkan mengenai hal lainnya tidak ditanggapi.
Komentar