Tokoh Pendiri/Pemula NU - KH. Hasyim Asy'ari (Part 1)
Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Hasyim Asy'ari (Pendiri NU) |
Ayahnya, K. Asy'ari adalah pendiri PP. Keras (nama desa dekat Jombang) pada tahun 1876.
Sebagai anak seorang Kyai, beliau memperoleh pendidikan dasar keagamaan dari orang tuanya langsung, yaitu pendidikan sesuai dengan sistem pesantren. Baru sejak usia 14 tahun, secara berturut-turut beliau belajar dari 1 pesantrenn ke pesantren yang lain yang berada di wilayah Jawa Timur dan Madura.
Awalnya, beliau menjadi santri di Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian melanjutkan ke Pesantren Trenggilis, Semarang. Sampai disini, beliau belum puas dengan berbagai ilmu yang diperolehnya. Maka pada tahun 1891 - 1892, beliau belajar di Pesantren Siwalan, Panji, Sidoarjo dan memperoleh kepuasan disana. Pesantren itu dipimpin oleh Kyai Ya'kub, seorang tokoh yang dikenal berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama.
Selama belajar di Pesantren Siwalan, rupanya tindak tanduk Kyai Hasyim Muda yang potensial dan cukup dalam ilmu agamanya, selalu diperhatikan Kyai Ya'kub. Tak lama kemudian, tepatnya tahun 1303 H./1892 M. Kyai Hasyim Muda dijadikan menantu Kyai Ya'kub untuk dijodohkan dengan putrinya Chadidjah. Saat itu Kyai Hasyim berusia 21 tahun.
Pada tahun 1892, setelahh melangsungkan perkawinan, Kyai Hasyim bersama istrinya berangkat ke Makkah untuk ibadah dan mencari ilmu pengetahuan. Namun, maksudnya itu belum kesampaian secara penuh sebab 7 bulan kemudian istrinya meninggal dunia, sehingga beliau lalu kembali ke Indonesia.
Pada tahun berikutnya, tahun 1893 beliau berangkat kembali ke Makkah. Lamanya belajar di Makkah, jika digabungkan dengan waktu sebelumnya adalah 7 tahun. Kyai Hasyim baru kembali ke Indonesia pada tahun 1899. Diantara guru Kyai Hasyim adalah Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau dan Syekh Mahfudz at-Tirmisi.
Pada tahun kembalinya dari Makkah itu juga, dengan dibantu oleh saudara iparnya yaitu Kyai Alwi, beliau mendirikan PP. Tebuireng di Jombang. Pesantren yang didirikannya itu memulai kegiatannya hanya dengan 7 orang santri. Namun, beberapa bulan kemudian, santrinya bertambah menjadi 28 orang sehingga secara berangsur-angsur nama pesantren dan pengasuhnya menjadi termasyhur.
Kemasyhurannya sangat kuat. Pertama, sebab yang datang belajar disana bukan hanya para santri, melainkan ada juga para kyai. Diantara para kyai itu adalah yang dulu pernah menjadi guru Kyai Hasyim. Para guru ini berkunjung ke Pesantren Tebuireng untuk mengikuti pelajaran yang beliau berikan. Bahkan, Kyai Hasyim yang punya spesialisasi dalam ilmu hadits itu pernah didatangi tokoh besar yang pernah menjadi gurunya, yakni KH. Muhammad Cholil Bangkalan yang selama ini dikenal dengan Mbah Cholil.
"Dahulu, saya memang mengajar anda. Tapi, hari ini saya nyatakan bahwa saya adalah murid anda.", ujar Mbah Cholil.
Kyai Hasyim menjawab, "Sungguh saya tidak menduga kalau Bapak Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidaklah barangkali Bapak Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Bapak Guru sendiri. Murid Bapak Guru dahulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Bapak Guru selama-lamanya."
Mendengar jawaban Kyai Hasyim, Mbah Cholil tetap bersikeras ingin mengaji ilmu hadits kepada Kyai Hasyim. Karena itu, setiap kali keduanya bertemu, terutama pada waktu shalat, mereka saling merasa rikuh siapa yang pantas menjadi imam shalat.
Selama masa remaja, Kyai Hasyim memang pernah berguru kepada Mbah Cholil Bangkalan. Demikian pula banyak Kyai pendiri dan tokoh NU lainnya pernah berguru kepada Kyai Cholil yang terkenal alim ilmu nahwu (tata Bahasa Arab) dan Fiqih, serta sering suka berbuat nyeleneh.
Pengalaman Mbah Cholil itu untuk ganti berguru kepada Kyai Hasyim memberi petunjuk bahwa kealiman Kyai Hasyim sangat diterima oleh masyarakat pesantren.
Telah diketahui umum bahwa dalam sejarah pendidikan Islam khususnya di Jawa, peranan Kyai Hasyim sangat besar. Beliau yang kemudian dikenal dengan sebutan Hadratusy Syeikh (Guru Besar di Lingkungan Pesantren), berpengaruh sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pimpinan pesantren. Banyak pesantren besar yang terkenal, terutama yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dikembangkan oleh para kyai hasil didikan Kyai Hasyim Asy'ari.
Diantara pesantren-pesantren yang diasuh alumni Pesantren Tebuireng adalah Pesantren Sukorejo-Asembagus (Situbondo), Pesantren Lirboyo (Kediri), Pesantren Denanyar (Jombang), Pesantren Manba'ul Ma'arif (Jombang), kesemuanya di Jawa Timur, dan Pesantren Lasem (Rembang) di Jawa Tengah.
Dalam kebiasaan sehari-hari, Kyai Hasyim dikenal sebagai tokoh yang bekerja tertib dan terjadwal ketat. Misalnya, sekembalinya dari masjid sekitar pukul 06.00 pagi, biasanya beliau mengurus para pekerja. Ini berkaitan dengan sawah yang harus dikerjakan atau kerbau dan sapi yang dititipkan pada orang-orang. Kyai Hasyim mengatur dan memerintah para pekerja itu agar mengerjakan secara baik. Beliau menyisihkan waktu itu sekitar 30 menit di pagi hari untuk mengurusi nafkah keluarga. Setelah itu, beliau mengajar santri tingkat atas sampai pukul 10.00 WIB. Baru setelah itu beristirahat sampai menjelang datangnya waktu Dzuhur.
Kyai Hasyim kemudian mengajar kembali setelah Dzuhur sampai sore hari. Sebelum shalat Ashar, beliau kembali mengurus para pekerja sekitar 30 menit. Kemudian beliau mengajar lagi setelah Isya'. Begitulah waktu Kyai Hasyim diatur secara tertib dan ketat.
Namun, jadwal kegiatan ini hanya mengetengahkan kegiatan harian dari pagi sampai petang. Di dalamnya belum dicari keterangan kapan Kyai Hasyim menuliskan pikiran-pikirannya. Mungkin pada malam hari pikiran-pikiran itu ditulis. Oleh karena itu, sepeninggalnya ada 2 kitab yang dapat kita baca dari buah karyanya, yaitu :
1. Ihya'u 'Amali Fudala' Muqaddimah Qanun Asasi, yang di dalamnya memaparkan tata cara bermadzhab.
2. Ad-Durar al-Muntasyirah fi Masail at-Tisna 'Asyarah, yang membimbing perlunya berhati-hati memasuki kehidupan dunia thariqah.
Pada tiap minggunya, ada 2 hari libur di Pesantren yang diasuhnya yaitu Selasa dan Jum'at. Waktu istirahat ini dimanfaatkan untuk menjenguk sawah dan kebunnya di Desa Jombok, sekitar 10 km, Selatan Tebuireng. Atau kalau tidak, waktu istirahat itu digunakan untuk membuka-buka kitab guna memperluas wawasan.
Baca Juga : Tokoh Pendiri/Pemula NU - KH. Wahab Hasbullah
Sumber :
- Abdurrahman Wahid. 1995. Biografi 5 Rais 'Am Nahdlatul Ulama. Yogyakarta: LTN-NU dan Pustaka Pelajar.
- Humaidy Abussami dan Ridwan Fakla AS. 1995. Biografi Lima Rais 'Am Nahdlatul Ulama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Saifullah Ma'shum (Ed). 1419 H./1998 M. Karisma Ulama. Bandung: Mizan.
- Slamet Effendy Yusuf dkk. 1983. Dinamika Kaum Santri. Jakarta: Rajawali.
Komentar